RS Omni Buka Pintu Perdamaian 24 Jam dengan Prita
Jakarta – RS Omni Internasional Alam Sutera, Tangerang, mengaku tetap membuka pintu perdamaian dengan Prita Mulyasari (31). Asalkan Prita mau meminta maaf melalui milis, tidak hanya lisan saja.
“Kita terbuka 24 jam. Tapi Bu Prita tetap tidak mau, dia merasa benar. Kalau orang merasa benar ya yang menguji pengadilan. Kalau Bu Prita tidak mau salah ya berlanjut terus, berarti hanya pengadilan yang menilai salah atau benar,” kata pengacara RS Omni, Risma Situmorang, saat dihubungi detikcom melalui telepon, Selasa (2/6/2009)
Risma menyatakan, langkah yang dilakukan RS Omni sepenuhnya tidak berlebihan. Kliennya sudah berupaya membuka jalan perdamaian.
“Akibat yang ditimbulkan itu sangat besar, kami sudah membuat pengakuan sehingga kami mengajukan perdata, ada upaya mediasi, Ibu Prita tidak ada itikad baik. Kemudian sampai di Polda pun dilimpahkan ke kejaksaan, Ibu Prita tidak mau menyelesaikan secara kekeluargaan. Itu yang ditahan saat dilimpahkan Kejati Banten,” urainya.
Menurutnya Prita tidak mau meminta maaf. “Ibu Prita mau minta maaf hanya secara lisan, 1×24 jam pintu terbuka minta maaf,” tutupnya.
(ndr/nrl)[detiknews.com]
Comments on: "Klarifikasi RS Omni" (26)
KEPADA YTH RUMAH SAKIT JIWA OMNI INTERNASI-ANAL
DENGAN INI SAYA MENCABUT KELUHAN SAYA DIBAWAH INI DNA MOHON MAAP YANG SEBESAR BESARNYA ATAS KESALAHAN SAYA
inilah Curhat yang Membawa Prita ke Penjara
Koleksi keluarga
Prita Mulyasari dan dua anaknya
Rabu, 3 Juni 2009 | 11:12 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Prita Mulyasari, ibu dua anak, mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang, Banten, gara-gara curhatnya melalui surat elektronik yang menyebar di internet mengenai layanan RS Omni Internasional Alam Sutera.
Kisah Prita bermula saat ia dirawat di unit gawat darurat RS Omni Internasional pada 7 Agustus 2008. Selama perawatan, Prita tidak puas dengan layanan yang diberikan. Ketidakpuasan itu dituliskannya dalam sebuah surat elektronik dan menyebar secara berantai dari milis ke milis.
Surat elektronik itu membuat Omni berang. Pihak rumah sakit beranggapan Prita telah mencemarkan nama baik rumah sakit tersebut beserta sejumlah dokter mereka. Seperti apakah surat Prita yang membawanya ke penjara?
Berikut ini adalah surat prita.
RS OMNI DAPATKAN PASIEN DARI HASIL LAB FIKTIF
Prita Mulyasari – suaraPembaca
Jangan sampai kejadian saya ini menimpa ke nyawa manusia lainnya. Terutama anak-anak, lansia, dan bayi. Bila anda berobat berhati-hatilah dengan kemewahan rumah sakit (RS) dan title international karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka semakin sering uji coba pasien, penjualan obat, dan suntikan.
Saya tidak mengatakan semua RS international seperti ini tapi saya mengalami kejadian ini di RS Omni International. Tepatnya tanggal 7 Agustus 2008 jam 20.30 WIB. Saya dengan kondisi panas tinggi dan pusing kepala datang ke RS OMNI Internasional dengan percaya bahwa RS tersebut berstandar International, yang tentunya pasti mempunyai ahli kedokteran dan manajemen yang bagus.
Saya diminta ke UGD dan mulai diperiksa suhu badan saya dan hasilnya 39 derajat. Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya adalah trombosit saya 27.000 dengan kondisi normalnya adalah 200.000. Saya diinformasikan dan ditangani oleh dr I (umum) dan dinyatakan saya wajib rawat inap. dr I melakukan pemeriksaan lab ulang dengan sample darah saya yang sama dan hasilnya dinyatakan masih sama yaitu thrombosit 27.000.
dr I menanyakan dokter specialist mana yang akan saya gunakan. Tapi, saya meminta referensi darinya karena saya sama sekali buta dengan RS ini. Lalu referensi dr I adalah dr H. dr H memeriksa kondisi saya dan saya menanyakan saya sakit apa dan dijelaskan bahwa ini sudah positif demam berdarah.
Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan tanpa penjelasan atau izin pasien atau keluarga pasien suntikan tersebut untuk apa. Keesokan pagi, dr H visit saya dan menginformasikan bahwa ada revisi hasil lab semalam. Bukan 27.000 tapi 181.000 (hasil lab bisa dilakukan revisi?). Saya kaget tapi dr H terus memberikan instruksi ke suster perawat supaya diberikan berbagai macam suntikan yang saya tidak tahu dan tanpa izin pasien atau keluarga pasien.
Saya tanya kembali jadi saya sakit apa sebenarnya dan tetap masih sama dengan jawaban semalam bahwa saya kena demam berdarah. Saya sangat khawatir karena di rumah saya memiliki 2 anak yang masih batita. Jadi saya lebih memilih berpikir positif tentang RS dan dokter ini supaya saya cepat sembuh dan saya percaya saya ditangani oleh dokter profesional standard Internatonal.
Mulai Jumat terebut saya diberikan berbagai macam suntikan yang setiap suntik tidak ada keterangan apa pun dari suster perawat, dan setiap saya meminta keterangan tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Lebih terkesan suster hanya menjalankan perintah dokter dan pasien harus menerimanya. Satu boks lemari pasien penuh dengan infus dan suntikan disertai banyak ampul.
Tangan kiri saya mulai membengkak. Saya minta dihentikan infus dan suntikan dan minta ketemu dengan dr H. Namun, dokter tidak datang sampai saya dipindahkan ke ruangan. Lama kelamaan suhu badan saya makin naik kembali ke 39 derajat dan datang dokter pengganti yang saya juga tidak tahu dokter apa. Setelah dicek dokter tersebut hanya mengatakan akan menunggu dr H saja.
Esoknya dr H datang sore hari dengan hanya menjelaskan ke suster untuk memberikan obat berupa suntikan lagi. Saya tanyakan ke dokter tersebut saya sakit apa sebenarnya dan dijelaskan saya kena virus udara. Saya tanyakan berarti bukan kena demam berdarah. Tapi, dr H tetap menjelaskan bahwa demam berdarah tetap virus udara. Saya dipasangkan kembali infus sebelah kanan dan kembali diberikan suntikan yang sakit sekali.
Malamnya saya diberikan suntikan 2 ampul sekaligus dan saya terserang sesak napas selama 15 menit dan diberikan oxygen. Dokter jaga datang namun hanya berkata menunggu dr H saja.
Jadi malam itu saya masih dalam kondisi infus. Padahal tangan kanan saya pun mengalami pembengkakan seperti tangan kiri saya. Saya minta dengan paksa untuk diberhentikan infusnya dan menolak dilakukan suntikan dan obat-obatan.
Esoknya saya dan keluarga menuntut dr H untuk ketemu dengan kami. Namun, janji selalu diulur-ulur dan baru datang malam hari. Suami dan kakak-kakak saya menuntut penjelasan dr H mengenai sakit saya, suntikan, hasil lab awal yang 27.000 menjadi revisi 181.000 dan serangan sesak napas yang dalam riwayat hidup saya belum pernah terjadi. Kondisi saya makin parah dengan membengkaknya leher kiri dan mata kiri.
dr H tidak memberikan penjelasan dengan memuaskan. Dokter tersebut malah mulai memberikan instruksi ke suster untuk diberikan obat-obatan kembali dan menyuruh tidak digunakan infus kembali. Kami berdebat mengenai kondisi saya dan meminta dr H bertanggung jawab mengenai ini dari hasil lab yang pertama yang seharusnya saya bisa rawat jalan saja. dr H menyalahkan bagian lab dan tidak bisa memberikan keterangan yang memuaskan.
Keesokannya kondisi saya makin parah dengan leher kanan saya juga mulai membengkak dan panas kembali menjadi 39 derajat. Namun, saya tetap tidak mau dirawat di RS ini lagi dan mau pindah ke RS lain. Tapi, saya membutuhkan data medis yang lengkap dan lagi-lagi saya dipermainkan dengan diberikan data medis yang fiktif.
Dalam catatan medis diberikan keterangan bahwa bab (buang air besar) saya lancar padahal itu kesulitan saya semenjak dirawat di RS ini tapi tidak ada follow up-nya sama sekali. Lalu hasil lab yang diberikan adalah hasil thrombosit saya yang 181.000 bukan 27.000.
Saya ngotot untuk diberikan data medis hasil lab 27.000 namun sangat dikagetkan bahwa hasil lab 27.000 tersebut tidak dicetak dan yang tercetak adalah 181.000. Kepala lab saat itu adalah dr M dan setelah saya komplain dan marah-marah dokter tersebut mengatakan bahwa catatan hasil lab 27.000 tersebut ada di Manajemen Omni. Maka saya desak untuk bertemu langsung dengan Manajemen yang memegang hasil lab tersebut.
Saya mengajukan komplain tertulis ke Manajemen Omni dan diterima oleh Og(Customer Service Coordinator) dan saya minta tanda terima. Dalam tanda terima tersebut hanya ditulis saran bukan komplain. Saya benar-benar dipermainkan oleh Manajemen Omni dengan staff Og yang tidak ada service-nya sama sekali ke customer melainkan seperti mencemooh tindakan saya meminta tanda terima pengajuan komplain tertulis.
Dalam kondisi sakit saya dan suami saya ketemu dengan manajemen. Atas nama Og (Customer Service Coordinator) dan dr G (Customer Service Manager) dan diminta memberikan keterangan kembali mengenai kejadian yang terjadi dengan saya.
Saya benar-benar habis kesabaran dan saya hanya meminta surat pernyataan dari lab RS ini mengenai hasil lab awal saya adalah 27.000 bukan 181.000. Makanya saya diwajibkan masuk ke RS ini padahal dengan kondisi thrombosit 181.000 saya masih bisa rawat jalan.
Tanggapan dr G yang katanya adalah penanggung jawab masalah komplain saya ini tidak profesional sama sekali. Tidak menanggapi komplain dengan baik. Dia mengelak bahwa lab telah memberikan hasil lab 27.000 sesuai dr M informasikan ke saya. Saya minta duduk bareng antara lab, Manajemen, dan dr H. Namun, tidak bisa dilakukan dengan alasan akan dirundingkan ke atas (Manajemen) dan berjanji akan memberikan surat tersebut jam 4 sore.
Setelah itu saya ke RS lain dan masuk ke perawatan dalam kondisi saya dimasukkan dalam ruangan isolasi karena virus saya ini menular. Menurut analisa ini adalah sakitnya anak-anak yaitu sakit gondongan namun sudah parah karena sudah membengkak. Kalau kena orang dewasa laki-laki bisa terjadi impoten dan perempuan ke pankreas dan kista.
Saya lemas mendengarnya dan benar-benar marah dengan RS Omni yang telah membohongi saya dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah diberikan suntikan macam-macam dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak napas. Saya tanyakan mengenai suntikan tersebut ke RS yang baru ini dan memang saya tidak kuat dengan suntikan dosis tinggi sehingga terjadi sesak napas.
Suami saya datang kembali ke RS Omni menagih surat hasil lab 27.000 tersebut namun malah dihadapkan ke perundingan yang tidak jelas dan meminta diberikan waktu besok pagi datang langsung ke rumah saya. Keesokan paginya saya tunggu kabar orang rumah sampai jam 12 siang belum ada orang yang datang dari Omni memberikan surat tersebut.
Saya telepon dr G sebagai penanggung jawab kompain dan diberikan keterangan bahwa kurirnya baru mau jalan ke rumah saya. Namun, sampai jam 4 sore saya tunggu dan ternyata belum ada juga yang datang ke rumah saya. Kembali saya telepon dr G dan dia mengatakan bahwa sudah dikirim dan ada tanda terima atas nama Rukiah.
Ini benar-benar kebohongan RS yang keterlaluan sekali. Di rumah saya tidak ada nama Rukiah. Saya minta disebutkan alamat jelas saya dan mencari datanya sulit sekali dan membutuhkan waktu yang lama. LOgkanya dalam tanda terima tentunya ada alamat jelas surat tertujunya ke mana kan? Makanya saya sebut Manajemen Omni pembohon besar semua. Hati-hati dengan permainan mereka yang mempermainkan nyawa orang.
Terutama dr G dan Og, tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan customer, tidak sesuai dengan standard international yang RS ini cantum.
Saya bilang ke dr G, akan datang ke Omni untuk mengambil surat tersebut dan ketika suami saya datang ke Omni hanya dititipkan ke resepsionis saja dan pas dibaca isi suratnya sungguh membuat sakit hati kami.
Pihak manajemen hanya menyebutkan mohon maaf atas ketidaknyamanan kami dan tidak disebutkan mengenai kesalahan lab awal yang menyebutkan 27.000 dan dilakukan revisi 181.000 dan diberikan suntikan yang mengakibatkan kondisi kesehatan makin memburuk dari sebelum masuk ke RS Omni.
Kenapa saya dan suami saya ngotot dengan surat tersebut? Karena saya ingin tahu bahwa sebenarnya hasil lab 27.000 itu benar ada atau fiktif saja supaya RS Omni mendapatkan pasien rawat inap.
Dan setelah beberapa kali kami ditipu dengan janji maka sebenarnya adalah hasil lab saya 27.000 adalah fiktif dan yang sebenarnya saya tidak perlu rawat inap dan tidak perlu ada suntikan dan sesak napas dan kesehatan saya tidak makin parah karena bisa langsung tertangani dengan baik.
Saya dirugikan secara kesehatan. Mungkin dikarenakan biaya RS ini dengan asuransi makanya RS ini seenaknya mengambil limit asuransi saya semaksimal mungkin. Tapi, RS ini tidak memperdulikan efek dari keserakahan ini.
Sdr Og menyarankan saya bertemu dengan direktur operasional RS Omni (dr B). Namun, saya dan suami saya sudah terlalu lelah mengikuti permainan kebohongan mereka dengan kondisi saya masih sakit dan dirawat di RS lain.
Syukur Alhamdulilah saya mulai membaik namun ada kondisi mata saya yang selaput atasnya robek dan terkena virus sehingga penglihatan saya tidak jelas dan apabila terkena sinar saya tidak tahan dan ini membutuhkan waktu yang cukup untuk menyembuhkan.
Setiap kehidupan manusia pasti ada jalan hidup dan nasibnya masing-masing. Benar. Tapi, apabila nyawa manusia dipermainkan oleh sebuah RS yang dipercaya untuk menyembuhkan malah mempermainkan sungguh mengecewakan.
Semoga Allah memberikan hati nurani ke Manajemen dan dokter RS Omni supaya diingatkan kembali bahwa mereka juga punya keluarga, anak, orang tua yang tentunya suatu saat juga sakit dan membutuhkan medis. Mudah-mudahan tidak terjadi seperti yang saya alami di RS Omni ini.
Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembaca adalah karyawan atau dokter atau Manajemen RS Omni. Tolong sampaikan ke dr G, dr H, dr M, dan Og bahwa jangan sampai pekerjaan mulia kalian sia-sia hanya demi perusahaan Anda. Saya informasikan juga dr H praktek di RSCM juga. Saya tidak mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini.
Salam,
Prita Mulyasari
Alam Sutera
MBK
Akses http://m.kompas.com di mana saja melalui ponsel, Blackberry, iPhone, atau Windows Mobile Phone Anda
pelayanan RS juga mengecewakan customer, seharusnya pihak RS juga minta maaf dunk? kalo memang merasa nama baik di jatuhkan ya berikanlah “pelayanan sebaik baiknya kepada masyarakat tanpa pilih pilih” di jamin 100 % ga ada yang mau jelek2in ya gak???????????
wah ini ciri2 rumah sakit yg gak tahan kritik, baru konsumen komplain aja dah dimeja hijaukan,
bagaimana dibilang membuka pintu perdamaian, kalau perdamaian yang dimaksud konsumen dipaksa mengakui kesalahan dari komplainnya yang benar2 dia alami.
boikott RS OMNI tangerang
payah itu rumah sakit omni, di kritik langsung memperkarakan ke meja hijau, kalau di kritik mesti intropeksi diri dong benar atau ndak, tentang hasil lab yang diceritakan oleh mba prita juga tidak ada penjelasan yang konkret tuh…., padahal itu kan menentukan untuk melakukan tindakan medis, kalau hasil lab salah maka tindakan yang di ambil juga salah.
Sekarang mestinya rumah sakit juga mesti terbuka sama pasiennya tuh, mengingat khususnya di Indonesia, kita ke rumah sakit, membeli sesuatu yang sama sekali kita tidak tahu kegunaanya untuk apa dan harga nya berapa? jadi komunikasikan itu dengan baik, nyawa orang lho jangan maen maen.
Berbenahlah diri sesuai standar anda ” Internasional”, jangan sampai “Internasional” standard “tradisional”, buat apa alat alat canggih , tetapi human error nya tinggi sekali.
Harusnya RS Omni juga bisa di meja hijaukan karena melakukan dignosa fiktif. Seluruh hasil diagnosa, obat2 yang pernah diberikan dan tindakan medis yang pernah dilakukan harusnya bisa pertanggung jawabkan ke pihak pasien dan keluarganya. Saya amat berharap ada bantuan hukum utk ibu Prita utk menuntut balik pihak RS Omni di pengadilan agar publik tahu benar kualitas dan profesinal tidaknya pihak manajemen RS Omni. Dari kronologi yang di tulis oleh ibu Prita saya melihat adanya kemungkinan kesalahan diagnosa oleh dokter dan ketidakterbukaan manajemen RS Omni. Seandainya masalah ibu Pritta diselesaikan / ditindaklanjuti langsung dan hanya melibatkan kedua belah pihak, saya yakin ibu Prita tidak akan menulis curahan hatinya melalui email.
kalo orang teraniaya biasanya memang berada pada pihak yang benar, dan semoga pihak yg menang.
teman2 ada gak yang tau tanggapan RS terhadap keluhan ibu Prita selain memejarakan ibu Prita?
sabar ya, wong rs omni lg ngejar setoran buat bayar gaji pegawai, ya ntar ta laporin ke bu siti aja mumpung msh jd mentri wkk wkk
RS-nya siapa sih itu, kok menakutkan banget….
Inalilahi wa’ inaillaihi rojiun
RUMAH SAKIN OMNI = MUSANG BERBULU DOMBA
Sebenarnya aparat berwenang sudah dapat mengendus praktek-praktek nakal yang dilakukan oleh pihak rumah sakit Omni demi memperoleh pasien dan memenuhi target kejar setoran bagi Rumah Sakit tersebut.
Dalam kasus ibu Prita sangat jelas, bahwa RS Omni faham benar bahwa pasien yang sedang lemah kondisinya karena sakit dan emosi yang tengah labil karena lemahnya fisik akan sangat mudah diseret menjadi pasien (konsumen produktif) bila diteror dengan informasi menyeramkan dari hasil Lab akal-akalan.
Setelah pasien ketakutan pada hasil Lab yang menyeramkan, maka dengan mudah si pasien akan mengisi kamar-kamar Rumah Sakit yang masih kosong.
Setelah sampai di Rumah Sakit dan berhasil dirawat inap, barulah tim Rumah Sakit bertindak dan berupaya semaksimal mungkil berdagang obat dan berjualan kamar untuk selama-lamanya ditinggali si pasien demi itung-itungan ekonomi yang semua itu dilakukan dengan mematikan nurani mereka sebagai aparat medis mengingkari sumpah profesinya.
Anggapan ini semakin jelas ditunjukkan pihak RS Omni yang sertamerta mengambil tindakan hukum dan dengan congkak, bermodal kekuasaan dan koneksi di jajaran yang korup berhasil membuat ibu Prita meringkuk di tahanan.
Namun hal tersebut belum juga membuat pihak Omni yang tengah terpingkal puas ini mencukupkan kezolimannya.
Merekapun berkeras mempertontonkan keculasan di hadapan berjuta manusia Indonesia yang santun dengan mempersiapkan serangan kedua yaitu menggilas ibu muda ini dengan pasal berlapis dengan denda materi yang lagi-lagi berorintasi pada uang dan uang.
Saya yakin bahwa, Menteri Kesehatan dan seluruh jajarannya memiliki kepekaan nurani yang tinggi dan dapat melihat benang merah di balik peristiwa ini, akibat ulah curang RS Omni dan ini telah menjadi rahasia umum.
Harus ada tindakan tegas, karana ada banyak nyawa masyarakat awam yang menyandarkan dan mempercayakan nyawanya untuk diselamatkan di sana.
Bila praktek komersialisasi dan konspirasi keji ini terus dibiarkan, kelak akan muncul banyak RUMAH SAKIT SWASTA di INDONESIA yang keberadaannya bukan berniat SUCI menolong sesama tapi semata-mata adalah supermarket obat dimana konsumennya hanya pasrah saat dicekoki stok obat rumah sakit yang semuanya harus dibayar di kasir sepulang mereka nanti, bukankan ini sama saja membiarkan masyarakat Indonesia terperangkap ke dalam kandang musang berbulu domba.
Inalilahi wa’ inaillaihi rojiun
RUMAH SAKIT OMNI = MUSANG BERBULU DOMBA
Sebenarnya aparat berwenang sudah dapat mengendus praktek-praktek nakal yang dilakukan oleh pihak rumah sakit Omni demi memperoleh pasien dan memenuhi target kejar setoran bagi Rumah Sakit tersebut.
Dalam kasus ibu Prita sangat jelas, bahwa RS Omni faham benar bahwa pasien yang sedang lemah kondisinya karena sakit dan emosi yang tengah labil karena lemahnya fisik akan sangat mudah diseret menjadi pasien (konsumen produktif) bila diteror dengan informasi menyeramkan dari hasil Lab akal-akalan.
Setelah pasien ketakutan pada hasil Lab yang menyeramkan, maka dengan mudah si pasien akan mengisi kamar-kamar Rumah Sakit yang masih kosong.
Setelah sampai di Rumah Sakit dan berhasil dirawat inap, barulah tim Rumah Sakit bertindak dan berupaya semaksimal mungkil berdagang obat dan berjualan kamar untuk selama-lamanya ditinggali si pasien demi itung-itungan ekonomi yang semua itu dilakukan dengan mematikan nurani mereka sebagai aparat medis mengingkari sumpah profesinya.
Anggapan ini semakin jelas ditunjukkan pihak RS Omni yang sertamerta mengambil tindakan hukum dan dengan congkak, bermodal kekuasaan dan koneksi di jajaran yang korup berhasil membuat ibu Prita meringkuk di tahanan.
Namun hal tersebut belum juga membuat pihak Omni yang tengah terpingkal puas ini mencukupkan kezolimannya.
Merekapun berkeras mempertontonkan keculasan di hadapan berjuta manusia Indonesia yang santun dengan mempersiapkan serangan kedua yaitu menggilas ibu muda ini dengan pasal berlapis dengan denda materi yang lagi-lagi berorintasi pada uang dan uang.
Saya yakin bahwa, Menteri Kesehatan dan seluruh jajarannya memiliki kepekaan nurani yang tinggi dan dapat melihat benang merah di balik peristiwa ini, akibat ulah curang RS Omni dan ini telah menjadi rahasia umum.
Harus ada tindakan tegas, karana ada banyak nyawa masyarakat awam yang menyandarkan dan mempercayakan nyawanya untuk diselamatkan di sana.
Bila praktek komersialisasi dan konspirasi keji ini terus dibiarkan, kelak akan muncul banyak RUMAH SAKIT SWASTA di INDONESIA yang keberadaannya bukan berniat SUCI menolong sesama tapi semata-mata adalah supermarket obat dimana konsumennya hanya pasrah saat dicekoki stok obat rumah sakit yang semuanya harus dibayar di kasir sepulang mereka nanti, bukankan ini sama saja membiarkan masyarakat Indonesia terperangkap ke dalam kandang musang berbulu domba.
Makanya..klo mo berobat di RSCM aja..dsna kan rumah sakit pendidikan..
yang meriksa gag cm 1 dokter aja..dr mahasiswa..dokter muda..ppds..dr spesialis..jd kemungkinan salah kecil..hehehehe
Ya elah….udah jelas yang salah siapa…masih aja ngeles…cape deeehhhh….
http://sendit.wordpress.com
Percaya aja deh ma capres JK, TANPA CAMPUR TANGAN PIHAK ASING, KITA BISA.. Jadi,Lebih baik berobat k puskesmas dr pd RS standart int’l tp . . . .
Bsk kita demo di dpn RS.Omni. Kalo ada pasien yg mo berobat kesitu kita larang. Walaupun pasien itu dlm kondisi kritis sekalipun. Lagi juga dlm tulisan mbak prita itu yg di sebut sbg pembohong besar itu dokter beserta manajemenya, bkn instasi nya. Makanya dia juga beri tahu kita kalo Dr. H juga praktek di RSCM dan kita hrs hati2 kalo kita di tanganin ama tu dokter. Utk mbak prita saya ksh 2 saran,
1. Tuntut balik. Karena bila manajemen OMNI gak bisa ksh laporan yg 27rb, berarti itu menjadi bukti bahwa yg di tulis mbak prita itu benar.
2. Serahkan semua sama ALLAH SWT dan jgn lupa berdoa utk kesehatan mbak prita dan keluarga. Doakan pula orang yg telah men dzalimi mbak prita supaya di beri kesehatan dan umur yg panjang.
ayo,…maju bu prita,..hidup kebenaran,…jangan takut,……mari kita lawan bersama2
kalo musuh saya bank BTN :
kunjungi ke
http://4thn4antri4di4bank4btn.wordpress.com/
bank BTN,…udah 4 tahun masih nunggu di loket bank BTN,…untuk ambil sertifikat sampe skrng belom keluar,…..
aneh yach,….
Don’t ask apologize to it (RS), but it should be ask apologize to you (preti)…
Don’t Gie up…!!!
y ampun, Kepolisian kita ini gimana sh, ad kasus ky gini yang diperiksa mlah pihak korban(Ibu Prita), mungkin diangap gampang kasusnya.
coba periksa Rumah sakitnya Pake SOP kedokteran, Payah penegak hukum kt.
Dukung kebebasan beropini…
Persidangan Sudah mulai hari ini (4 juni 2009)
BAGAIMANA KALAU OMNI MENANG? Simak ulasannya:
http://ekojuli.wordpress.com/2009/06/04/kasus-prita-mulyasari-2-kalau-omni-menang-apa-yang-terjadi/
Klo udah salah, akuin aj lah.. Konsumen yg dirugikan kok mlah yg merugikan lebih brani memperkarakan.. Gg tw malu pihak omni.. D sumpahin orang indonesia psti lw, biar gg laku.. Lw mamam tuhh..
Kira-kira ada yang tahu gak pemilik saham RS Omni intl itu sapa.. orang Indonesia atawa asing… kalau di websitnya gak ada .. cuma dijelasin dulu namanya RS Ongko….. trus rubah nama karena berpindah kepemilikannya…
inilah contoh hasil Liberalisme yang masih saudara kandung kapitalisme yang punya Bapak bernama Neolib….
Jangan pilih Cawapres yang NEolib…………….
pantes aja ponari kemaren laris banget yah…. 😀
Sabar insyaAllah kebenaran jadi pemenang. Ya mbak prita
Saya pikir harus di kaji ulang kasus, soalnya kt gak tau pasti sp yang salah sp yg bnr,mendingan kunjungi web ini http://pulsagram.com/?id=cc017545
Dukung terus Bu prita, gempur RS Omni
saksikan gue dalam Pocong lawan RS Omni, hanya di TPI makin ancur ajaaaa…..
Seharusnya hal seperti ini tidak perlu terjadi..yang namanya komplain dari konsumen itu hal biasa dan itu seharusnya dipergunakan oleh suatu perusahaan untuk memperbaiki pelayanan, sehingga konsumen puas. Kepuasan konsumen akan menaikkan keuntungan perusahaan…semoga kebenaran selalu berpihak kepada kita… 😀