Guru Ngaji Tewas Saat Diperiksa Polisi
Tragedi
Guru Ngaji Tewas Saat Diperiksa Polisi
Selasa, 25 Mei 2010 | 06:58 WIB
ilustrasi
PROBOLINGGO, KOMPAS.com – Arifi (55), guru mengaji asal Desa Sumberan, Besuk, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, jatuh pingsan saat diperiksa polisi sebagai saksi dugaan penggelapan honor guru ngaji.
Ini bukti kekuasaan Allah. Apabila ada ketidakbenaran, Allah pasti akan menunjukkan jalan. Kami berharap polisi serius menyidik kasus ini tanpa adanya rekayasa.
Dia akhirnya meninggal saat dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Waluyo Jati, Kraksaan, Senin (24/5/2010). Keterangan yang dihimpun Harian Surya (Kompas Gramedia Group), Arifi diperiksa penyidik Briptu Wanda, Senin (24/5) sekitar pukul 10.00 WIB.
Dia menjadi saksi untuk perkara yang terlapor Slamet, Kepala Desa Sumberan. Sebelum pemeriksaan formal, Arifi sempat ngobrol dengan Briptu Wanda seputar kasus tersebut.
Sekitar 30 menit kemudian, Briptu Wanda memeriksa Arifi dengan mengetik seraya mengajukan beberapa pertanyaan. Sampai pertanyaan ketiga, Arifi dengan lancar menjawab Briptu Wanda.
Sebelumnya, ketika ditanya mengenai kondisi kesehatannya, Arifi pun menjawab dalam keadaan sehat wal afiat. Menginjak pertanyaan keempat, Arifi tidak menjawab. Briptu Wanda pun mengulangi kalimatnya beberapa kali.
Tetapi, Arifi ternyata tetap tidak memberi respons, dengan posisi kepala menunduk. Briptu Wanda pun memegang tubuh Arifi. Ternyata, pria tersebut pingsan. Ruang pemeriksaan pun sempat gaduh akibat pingsannya Arifi.
Tak lama kemudian, petugas membawa pria itu ke RSUD Waluyo Jati Kraksaan. Tetapi, nyawa Arifi ternyata tidak dapat diselamatkan, dan dia mengembuskan napas terakhir di rumah sakit tersebut, Senin (24/5) sekitar pukul 12.00 WIB.
Kematian Arifi memunculkan berbagai analisis. Sumber Surya di jajaran Reskrim Polres Probolinggo, misalnya, menduga Arifi ketakutan karena tidak terbiasa berhadapan dengan penyidik, sehingga pingsan dan akhirnya meninggal.
“Mungkin dia terlalu tegang, sehingga jantungnya terganggu,” ujar anggota Polres Probolinggo berinisial It kepada Surya.
Kabar meninggalnya Arifi pun menarik perhatian beberapa warga setempat, termasuk warga bernama Hasyim. Dia penggerak unjuk rasa ke polres, beberapa waktu lalu, terkait pengungkapan kasus dugaan penggelapan honor guru ngaji.
Hasyim menduga Arifi tewas akibat rasa takut yang berlebihan karena dipaksa menjadi saksi untuk meringankan terlapor, yaitu Kades Sumberan, Slamet. Menurutnya, saksi yang dihadirkan polisi merupakan pendukung Slamet.
“Ini bukti kekuasaan Allah. Apabila ada ketidakbenaran, Allah pasti akan menunjukkan jalan. Kami berharap polisi serius menyidik kasus ini tanpa adanya rekayasa,” tegas Hasyim.
Pada Rabu (19/5/2010) lalu, Hasyim bersama pamannya, KH Fauzi Hasyim alias Baginda, memotori unjuk rasa untuk mendesak polisi serius mengusut laporan warga terhadap sang kades.
Warga menduga Kades Slamet terlibat penggelapan honor guru mengaji, Anggaran Dana Desa (ADD) dan Program Usaha Agro Bisnis (PUAB). Unjuk rasa saat itu diikuti sekitar 150 warga.
Sebelum demonstrasi berlangsung, Kapolres Probolinggo, AKBP Ai Afriandi, bersama para perwiranya berupaya meredam dengan mendatangi massa yang berkumpul di rumah Baginda. Namun, kala itu massa tetap tidak mengurungkan niatnya.
“Kami prihatin dengan kejadian tersebut. Mungkin kami akan memberi bantuan kepada keluarganya,” kata AKB Ai Afriandi.
Mengenai penyebab kematian Arifi, Kapolres menyatakan belum dapat memastikan apakah lantaran penyakit jantung atau penyakit lain. Menurutnya, pihak keluarga menolak jenazah Arifi diotopsi.
“Pihak keluarga tidak bersedia jenazahnya diotopsi. Yang jelas, penyidikan (oleh polisi) sudah sesuai dengan prosedur baku penyidikan,” katanya. (Atiq Ali Rahbini)